PEMAKAIAN KONTRASEPSI

     Prevalensi kontrasepsi didefinisikan sebagai proporsi wanita kawin umur 15-49 tahun yang waktu SDKI 2012 dilaksanakan memakai salah satu alat/cara KB. Lebih jauh lagi, juga dapat digunakan untuk memperkirakan penurunan angka fertilitas sebagai akibat dari pemakaian kontrasepsi.

Enam puluh lima persen wanita kawin menggunakan kontrasepsi. Metode tradisional tidak umum digunakan di Kalimantan Barat; 64 persen wanita kawin umur 15-49 menggunakan metode modern dan 1 persen wanita kawin menggunakan metode tradisional. Suntikan KB adalah metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan, diikuti oleh pil (masing-masing sebesar 43 persen dan 16 persen).Wanita yang lebih muda (umur 15-24 tahun) dan yang lebih tua (umur 45-49 tahun) lebih sedikit yang memakai kontrasepsi dibandingkan dengan wanita pada pertengahan usia subur (umur 25-44 tahun). Pemakaian kontrasepsi pada wanita kawin semua kelompok umur didominasi oleh metode kontrasepsi modern. Namun, preferensi untuk metode tertentu bervariasi menurut umur. Sebagai contoh, meskipun suntik KB paling banyak digunakan pada setiap kelompok umur, metode ini paling populer di kalangan wanita di bawah usia 35 tahun. Pada kelompok wanita yang lebih tua (umur 35-49 tahun), selain suntikan KB, pemakaian pil dan metode kontrasepsi jangka panjang seperti IUD, implan dan sterilisasi wanita lebih tinggi daripada wanita yang lebih muda.

Sumber pelayanan

Informasi yang berhubungan dengan sumber pelayanan alat kontrasepsi sangat penting bagi pengelola program KB karena program KB saat ini diarahkan pada kemandirian dan peningkatan fungsi sektor swasta.

Pemakai kontrasepsi lebih banyak memanfaatkan jasa pelayanan sektor swasta daripada pemerintah (65 persen berbanding 33 persen). Pemanfaatan pelayanan kesehatan swasta menurun  dari 74 persen pada SDKI 2007 (BPS et.al., 2008) menjadi 65 persen pada SDKI 2012. Sebaliknya, proporsi pemakai alat/cara KB yang memanfaatkan sumber pelayanan kesehatan pemerintah meningkat  dari 21 persen1 pada tahun 2007 menjadi 33 persen pada tahun 2012.

Di antara sumber pelayanan swasta, bidan, bidan desa dan perawat merupakan sumber pelayanan yang paling banyak digunakan (masing-masing 25 persen, 14 persen, dan 13 persen), sedangkan untuk sumber pelayanan pemerintah, Puskesmas adalah sumber utama untuk Pelayanan  alat/cara KB (22 persen) diikuti oleh polindes (6 persen). Satu persen pemakai alat/cara KB memperoleh metode kontrasepsi dari sumber lain seperti toko/warung dan teman/keluarga

Alasan Putus PakaiMetode Kontrasepsi

Alasan utama untuk menghentikan pemakaian suatu metode kontrasepsi adalah keinginan untuk hamil (31 persen). Alasan berikutnya adalah ingin cara yang lebih efektif dan takut efek samping atau masalah kesehatan (masing-masing 11 persen dan 9 persen).

Hal yang perlu mendapat perhatian adalah alasan putus pakai bervariasi menurut metode kontrasepsi yang digunakan. Alasan kegagalan kontrasepsi (hamil saat memakai alat kontrasepsi) adalah penyebab paling sering berhentinya pemakaian metode susuk KB (13 persen), pil (5 persen), suntik  (2 persen). Alasan berhenti karena efek samping /masalah kesehatan bervariasi dari 7 persen pada pil, suntikan  sampai dengan 21 persen pada susuk KB. Keinginan untuk menggunakan metode yang lebih efektif juga disebutkan sebagai alasan berhenti memakai kondom (27 persen), pil (24 persen) dan suntikan (4 persen).

Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi
Definisi unmet need pada program DHS telah direvisi oleh Bradley dkk (2012). Secara spesifik, wanita dianggap memiliki unmet need untuk penundaan kehamilan jika:
  • Beresiko hamil karena tidak menggunakan kontrasepsi dan juga tidak ingin hamil dalam dalam waktu dua tahun ke depan,atau tidak yakin apakah ingin hamil atau kapan ingin hamil
  • Hamil dengan kehamilan yang belum diinginkan
  • Masa nifas sampai dengan dua tahun setelah kelahiran yang belum diinginkan dan tidak menggunakan kontrasepsi
  • Wanita dianggap memiliki unmet need untuk pembatasan kehamilan jika:
  • Beresiko hamil karena tidak menggunakan kontrasepsi dan tidak ingin anak lagi
  • Hamil dengan kehamilan yang tidak diinginkan
  • Masa nifas sampai dengan dua tahun setelah kelahiran tidak diinginkan dan tidak menggunakan kontrasepsi
Total persentase unmet need pada wanita berstatus kawin umur 15-49 tahun di Kaliamantan Barat  adalah 10 persen; 5 persen untuk penundaan kelahiran, dan 5 persen untuk membatasi kelahiran. Jumlah unmet need paling tinggi sebesar 13 persen untuk wanita kawin umur 20-24 tahun. Hampir semua unmet need pada perempuan di bawah usia 25 tahun ditujukan pada penundaan kelahiran. Unmet need untuk pembatasan kelahiran meningkat tajam pada wanita umur 35 tahun ke atas dan tertinggi sebesar 10 persen untuk wanita umur 45 - 49 tahun. Jumlah unmet need meningkat sejalan dengan jumlah anak hingga mencapai 13 persen untuk wanita yang mempunyai anak 5 atau lebih. Sebagian besar unmet need pada wanita yang mempunyai anak tiga atau lebih ditujukan untuk membatasi kelahiran. Jumlah unmet need di daerah perkotaan (14 persen) lebih tinggi daripada daerah perdesaan (4 persen). Persentase unmet need tidak banyak bervariasi menurut kategori pendidikan.

Kebutuhan memperoleh pelayanan KB di antara wanita berstatus kawin umur 15-49 tahun, yaitu sebesar 75 persen. Sebanyak 87 persen kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, terutama untuk pemakai metode kontrasepsi modern. Kebutuhan untuk ber-KB sangat rendah di antara wanita yang tidak mempunya anak (8 persen). Tingkat pemenuhan kebutuhan ber- KB yang terendah adalah untuk wanita umur 45-49 tahun (77 persen), untuk wanita tidak tamat sekolah dasar  (87 persen), dan wanita yang memiliki tiga anak atau lebih (88 persen). Jika semua kepuasan yang diinginkan bisa dipenuhi, maka angka prevalensi kontrasepsi secara teori diharapkan bisa mencapai 75 persen.

Sebagaimana diuraikan di atas, estimasi unmet need pada SDKI sebelumnya tidak dapat dibandingkan dengan hasil SDKI 2012 karena adanya perubahan dalam perhitungan unmet need.
Kemandirian KB

Pemakai kontrasepsi lebih banyak memanfaatkan jasa pelayanan sektor swasta daripada pemerintah (65 persen berbanding 33 persen). Pemanfaatan pelayanan kesehatan swasta menurun  dari 74 persen pada SDKI 2007 menjadi 65 persen pada SDKI 2012. Sebaliknya, proporsi pemakai alat/cara KB yang memanfaatkan sumber pelayanan kesehatan pemerintah meningkat  dari 21 persen pada tahun 2007 menjadi 33 persen pada tahun 2012.

Di antara sumber pelayanan swasta, bidan, bidan desa dan perawat merupakan sumber pelayanan yang paling banyak digunakan (masing-masing 25 persen, 14 persen, dan 13 persen), sedangkan untuk sumber pelayanan pemerintah, Puskesmas adalah sumber utama untuk Pelayanan  alat/cara KB (22 persen) diikuti oleh polindes (6 persen). Satu persen pemakai alat/cara KB memperoleh metode kontrasepsi dari sumber lain seperti toko/warung dan teman/keluarga